Stres akan muncul ketika batin seseorang terganjal oleh rasa kecewa atau tersakiti. Melupakan dan menganggap benar sebuah kesalahan yang menyebabkan rasa sakit tersebut tidak selalu bisa mengatasinya, kadang-kadang justru menambah beban di hati.
Dikutip dari Mayo Clinic, Jumat (10/9/2010), memaafkan adalah sebuah proses perdamaian dengan diri sendiri. Diawali dengan pengakuan akan adanya rasa sakit, seseorang yang memberi maaf justru akan merasa lebih rileks untuk menerima kondisinya.
Dengan kondisi mental yang lebih rileks, seseorang juga akan terhindar dari risiko penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang. Risiko tersebut umumnya dihadapi oleh para pendendam yang membutuhkan jalan pintas untuk lepas dari beban emosi negatifnya.
Manfaat lain dari saling memaafkan terungkap dalam penelitian di University of Massachusetts, yakni bisa menurunkan tekanan darah dengan lebih cepat. Efek percepatan itu bisa mencapai 20 persen pada wanita, sementara pada pria efeknya lebih kecil.
Tekanan darah, denyut jantung dan kontraksi otot biasanya meningkat ketika seseorang terlibat konflik, sehingga risiko serangan jantung dan stroke menjadi lebih tinggi. Gejala tersebut akan mereda ketika konflik berakhir, atau akan lebih cepat jika kedua pihak yang berkonflik saling bermaafan.
Sedangkan untuk bisa memaafkan, seseorang yang pernah merasa tersakiti akan melewati 4 tahap berikut ini.
- Mengakui dengan jujur adanya rasa sakit hati atau kemarahan di dalam dirinya, sebagai akibat dari kesalahan orang lain.
- Memahami bahwa situasi tersebut tidak baik untuk dirinya, sehingga harus diubah.
- Menemukan cara baru untuk menyikapi orang lain yang telah membuatnya marah atau sakit hati.
- Memahami bahwa orang itu butuh dimaafkan, sebagaimana dirinya juga ingin dimaafkan jika berbuat salah.
Sensor pendengaran di sebelah kanan terhubung dengan belahan otak kiri, bagian yang berhubungan dengan logika. Menurut peneliti, hal itu akan menyebabkan permintaan maaf ditangkap dan diproses dengan lebih rasional.